AL QUR'AN DAN BUMI
Lapisan-Lapisan Atmosfer
Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an.
Satu
fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa
langit terdiri atas tujuh lapis.
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٢٩﴾
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al
Qur'an, Al-Baqoroh:29)
ثُمَّ اسْتَوَىٰ
إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ......َ ﴿١١﴾ فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي
يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا ۚ .......ِ
﴿١٢﴾
"Kemudian Dia menuju langit, dan
langit itu masih merupakan asap…….
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya."….. (Al Qur'an, Fushilat:11-12)
Kata "langit", yang kerap kali
muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada
"langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata
seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh
lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir
bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih
dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas
tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri
beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik,
seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi
disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer.
Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari
stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas
stratosfer disebut MESOSFER. TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas
terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER.
Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km.
Bagian ini dinamakan EKSOSFER. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F.
Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s.
319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang
dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat
terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam
surat Fushshilat ayat ke-12, "… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya." Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan
kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat
dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang
bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi.
Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga
perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang
radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan
dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan
terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada
troposfir.(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah sebuah keajaiban
besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa teknologi canggih
abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.
Fungsi Gunung
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada
fungsi geologis penting dari gunung.
وَجَعَلْنَا فِي
الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَن تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا
لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ ﴿٣١﴾
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini
gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama
mereka..." (Al Qur'an, Al-Anbiya’:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat
tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh
siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja
terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul
sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang
membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih
kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat
dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan
dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai
bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak
di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung
digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti
pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan
magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s.
305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini
diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai "pasak":
أَلَمْ نَجْعَلِ
الْأَرْضَ مِهَادًا ﴿٦﴾ وَالْجِبَالَ
أَوْتَادًا ﴿٧﴾
"Bukankah Kami telah menjadikan bumi
itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?" (Al Qur'an, An-Naba:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam
lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan
bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini,
mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas
lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat
menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap
menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan
dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi". Isostasi bermakna
sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang
terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan
gravitasi. (Webster's New Twentieth Century Dictionary,
2. edition "Isostasy", New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu
geologi modern dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an
berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan Allah.
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini
gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama
mereka..." (Al Qur'an, Al-Anbiya’:31)
Angin yang Mengawinkan
Dalam sebuah ayat Al Qur’an
disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.
وَأَرْسَلْنَا
الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ
وَمَا أَنتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ ﴿٢٢﴾
"Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami
beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang
menyimpannya." (Al Qur'an, Al-Hijr:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama
dalam pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya
hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang
menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan
peran "mengawinkan" dari angin dalam pembentukan hujan.
Angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan. Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.
Apabila angin tidak
memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan
pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.
Hal terpenting di sini
adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan telah dinyatakan
berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya
mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…
Lautan yang Tidak Bercampur Satu Sama
Lain
Terdapat gelombang besar,
arus kuat, dan gelombang pasang di Laut Tengah dan Samudra Atlantik. Air Laut
Tengah memasuki Samudra Atlantik melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar
garam, dan kerapatan air laut di kedua tempat
ini tidak berubah karena adanya penghalang
yang memisahkan keduanya.
Salah satu di antara sekian
sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al
Qur’an sebagai berikut:
مَرَجَ
الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا
بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠﴾
"Dia membiarkan dua
lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang
tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, Ar-Rohman:19-20)
Sifat lautan yang saling
bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh
para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan
"tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan
tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah
lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang
memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr.
1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley
Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini
adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun
mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan
dalam Al Qur’an.
Kegelapan dan Gelombang di Dasar Lautan
أَوْ
كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُّجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن
فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ
بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا ۗ وَمَن
لَّمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ ﴿٤٠﴾
"Atau seperti gelap
gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak
(pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang
tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun." (Al Qur'an, An-Nur:40)
Keadaan umum tentang lautan
yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan dalam lautan dan
samudra yang dalam dijumpai pada kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman
ini, hampir tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak
terdapat cahaya sama sekali. (Elder,
Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley Publishers, s.
27)
Kini, kita telah mengetahui
tentang keadaan umum lautan tersebut, ciri-ciri makhluk hidup yang ada di
dalamnya, kadar garamnya, serta jumlah air, luas permukaan dan kedalamannya.
Kapal selam dan perangkat khusus yang dikembangkan menggunakan teknologi
modern, memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.
Manusia tak mampu menyelam
pada kedalaman di bawah 40 meter tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak
mampu bertahan hidup di bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti pada
kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini
saja mampu menemukan informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Namun,
pernyataan "gelap gulita di lautan yang dalam" digunakan dalam surat
An Nuur 1400 tahun lalu. Ini sudah pasti salah satu keajaiban Al Qur’an, sebab
infomasi ini dinyatakan di saat belum ada perangkat yang memungkinkan manusia
untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di
ayat ke-40 surat An Nuur "Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan…" mengarahkan
perhatian kita pada satu keajaiban Al Qur’an yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini
menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan, yang "terjadi pada
pertemuan antara lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau massa
jenis yang berbeda." Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini
meliputi wilayah perairan di kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada
kedalaman ini air laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air
di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan.
Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang
internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya dapat
dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat
tertentu. (Gross, M. Grant; 1993,
Oceanography, a View of Earth, 6. edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall
Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan dalam
Al Qur'an benar-benar bersesuaian dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya
penelitian, seseorang hanya mampu melihat gelombang di permukaan laut. Mustahil
seseorang mampu mengamati keberadaan gelombang internal di dasar laut. Akan
tetapi, dalam surat An Nuur, Allah mengarahkan perhatian kita pada jenis
gelombang yang terdapat di kedalaman samudra. Sungguh, fakta yang baru saja
diketemukan para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur'an adalah
kalam Allah.
Kadar Hujan
Fakta lain yang diberikan dalam Al
Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar
tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
وَالَّذِي
نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ ﴿١١﴾
Per tahunnya, air hujan yang menguap dan
turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah "tetap": yakni 513
triliun ton. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Qur'an dengan
menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar".
Tetapnya jumlah ini sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi
dan, tentu saja, kelangsungan kehidupan ini,..
Kadar dalam hujan ini pun
sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu
detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513
trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang
jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam
suatu siklus yang seimbang menurut "ukuran atau kadar" tertentu. Kehidupan
di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan
semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus
seperti ini.
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari
jumlah ini akan segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu
mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan
senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti
dinyatakan dalam Al Qur’an.
Pembentukan Hujan
Proses terbentuknya hujan
masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru
setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan
berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke
udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan
dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi
yang tepat mengenai pembentukan hujan,
اللَّهُ الَّذِي
يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ
يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ ﴿٤٨﴾
"Dialah Allah Yang
mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya
di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi
gembira" (Al Qur'an, Ar-Rum:48)
Kini, mari kita amati tiga
tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: "Dialah
Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara
yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah
terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit.
Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan
bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol,
membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi
dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut
"perangkap air".
TAHAP KE-2: “...lalu
angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang
dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari
uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel
debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter
antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di
langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat
air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi
butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air
hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak
dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan
.
.
Semua tahap pembentukan hujan telah
diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan
dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi,
lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai
fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada
ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses
pembentukan hujan dijelaskan:
أَلَمْ تَرَ
أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ
رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ
مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن
يَشَاءُ ۖ يَكَادُ سَنَا
بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ ﴿٤٣﴾
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah
mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit,
(yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, An-Nur:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis
awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan
awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi
melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus,
sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan
kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan
kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan
yang lebih
besar.
TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang
tindih: Ketika
awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar,
gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara
vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya.
Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal,
sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara
vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah
atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai
terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah
menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal,
mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es,
dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair
B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert;
and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi
hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara
rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir
seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah
telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400
tahun yang lalu.
Pergerakan Gunung
وَتَرَى
الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ ۚ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ
شَيْءٍ ۚ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ ﴿٨٨﴾
"Dan kamu lihat
gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan
sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (Al Qur'an, An-Naml:88)
Gerakan gunung-gunung ini
disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti
mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk
pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener
mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal
bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah
ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami
kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah
kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan
yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang
ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea.
Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun
lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke
arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana,
yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua
adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali
India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi
menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk
menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara
terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di
Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini
diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para
ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar
dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang
disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil.
Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak
pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan
benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun.
Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan
pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic
menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang
perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang
gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern
juga menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan
mengapung dari benua" untuk gerakan ini. (National Geographic
Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi,
adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru
saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
Komentar
Posting Komentar