Al Qur'an adalah firman Allah yang di
dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini.
Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu
kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an
sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu
pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang
dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan
teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an
diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.
AL
QUR'AN DAN ASTRONOMI
Penciptaan Alam Semesta
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ ۖ
"Dialah pencipta langit dan
bumi." (Al Qur'an, Al-An’am:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini
bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang
didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta
dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan
raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big
Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu.
Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik
tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya
penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta
dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut
sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu
belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah
materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika
modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang
angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa
radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big
Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan
dari ketiadaan.
Mengembangnya Alam Semesta
وَالسَّمَاءَ
بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
"Dan langit itu Kami
bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya." (Al Qur'an, Adz-Dzariyat:47)
Kata "langit",
sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al
Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata
tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan
bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah
yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Pada awal abad ke-20,
fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George
Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta
senantiasa bergerak dan mengembang.
Pemisahan Langit dan Bumi
Fakta ini dibuktikan juga
dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit
dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa
bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam
semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain,
berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang".
Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa
alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada
saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman
Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Satu ayat lagi tentang
penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
"Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?" (Al Qur'an, Al-Anbiya’:30)
Kata "ratq" yang
di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk
merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami
pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa",
dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau
pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya
tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan
menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini
kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi
adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah
("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali
tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal
berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu,
termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga
terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini.
Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi
yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian
peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan
penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami
bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik
lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
Garis Edar
وَهُوَ الَّذِي
خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ
فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
"Dan Dialah yang
telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, Al-Anbiya’:33)
Disebutkan pula dalam ayat
yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar
tertentu:
وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
"Dan matahari
berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui." (Al Qur'an, Yaasiin:38)
Fakta-fakta yang
disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis
di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak
dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang
Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari
bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama
matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga
berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada
dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Keseluruhan alam semesta
yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al
Qur'an sebagai berikut:
وَالسَّمَاءِ
ذَاتِ الْحُبُكِ
"Demi langit yang
mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, Adz-Dzariyat:7)
Terdapat sekitar 200 milyar
galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang.
Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar
planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam
garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun,
masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam
keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu,
sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Garis edar di alam semesta
tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan
pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan
terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini
memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah
teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari
bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat
dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki
teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa
berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi
modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah
bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana
dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka
kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an
adalah firman Allah.
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِالْحَقِّ ۖ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ
وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ۖ
"Dia menciptakan langit dan bumi
dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan
siang atas malam..." (Al Qur'an, Az-Zumar:5)
Dalam Al Qur'an, kata-kata
yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting.
Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas
adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini
digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas
yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut
dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain
berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar
jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah
diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang
bulat.
Namun
perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di
masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta
penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al
Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir.
Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika
kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat
raya.
Gambar ini memperlihatkan
sejumlah meteor yang hendak menumbuk bumi. Benda-benda langit yang berlalu
lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah,
Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi
bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam
bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.Dalam
Al Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik
tentang langit:
وَجَعَلْنَا
السَّمَاءَ سَقْفًا مَّحْفُوظًا ۖ وَهُمْ عَنْ
آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ
"Dan Kami menjadikan
langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala
tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya." (Al Qur'an, Al-Anbiya’:32)
Sifat langit ini telah
dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi
bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan
menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati
bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari
ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya
membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti
cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini
sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya
sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan
bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat
yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian
kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti
sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang
angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi
dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang
tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai
melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus-
menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan
bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa
yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari
akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting
Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di
antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur
nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar.
Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang
melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung
ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya
planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius
- tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan
Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung
Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi.(http://www.jps.net/bygrace/index.
html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To
Believe, Pasadena, CA.)
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan
api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100
milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh
delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas
bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi
terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang
bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya
dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya
sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur'an
tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.
Energi
yang dipancarkan oleh sebuah letusan pada Matahari sungguh amat dahsyat
sehingga sulit dibayangkan akal manusia: Letusan tunggal pada matahari setara
dengan ledakan 100 juta bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima. Bumi
terlindungi dari pengaruh merusak akibat pancaran energi ini.
|
Ayat ke-11 dari Surat Ath
Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada fungsi "mengembalikan" yang
dimiliki langit.
وَالسَّمَاءِ
ذَاتِ الرَّجْعِ
"Demi langit yang
mengandung hujan." (Al Qur'an, Ath-Thoriq:11)
Kata yang ditafsirkan
sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga
bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui,
atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan
memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan
ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke
ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati
sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang
mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13
hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari
permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai
hujan.
Lapisan ozon, pada
ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang
datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan
kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya,
persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa
kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan
kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan
bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan
langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah
dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa
Al Qur'an adalah firman Allah.
Komentar
Posting Komentar